
Cerita
yang satu ini sudah sejak lama saya dengar. Namun berhubung saya orang
Minang yang terbiasa tidak reaktif dalam menanggapi isu-isu seputar
etnik, khabar burung ini biasanya saya diamkan saja. Sama seperti saya
mendiamkan kasak-kusuk seputar laki-laki Minang yang tidak berkuasa di
kampung halamannya, atau laki-laki Pariaman (kebetulan saya juga) yang
dibeli sama istrinya. Saya terlalu malas untuk menanggapi
banyolan-banyolan yang saya klaim bodoh itu.
Alasannya,
pertama sebagaimana kebanyakan orang Minang, mereka tidak mengenal kata
haram dalam aktivitas otokritik (mengkritik diri sendiri). Maka
irrasional jika marah kalau ada orang luar Minang ikut-ikutan
mengkritik. Kedua, saya yakin jika yang mendengar isyu maupun melempar
isyu mau saja sedikit berusaha mencari fakta, pasti keyakinan mereka
akan berubah.
Jadi ceritanya, suatu malam saya sedang makan nasi goreng di angkringan depan Patrajasa. Sambil makan saya mencuri dengar obrolan seorang pegawai rumah makan padang (yang kebetulan juga orang Minang) dengan pemilik angkringan nasi goreng. Dia yang menurut saya cukup cerdas, tiba-tiba mengeluarkan celetukan “tapi ada juga lho rumah makan padang yang pakai ganja dan magic,
kalau saya sih tidak macam-macam”. Nah loh? Begitu mendengar yang
ngeluarin opini adalah orang Minang sendiri, saya sedikit terkejut. OK,
kalau dia sedang melakukan tradisi otokritik saya tidak ambil pusing.
Namun isi otokritiknya itu menurut saya sangat diragukan kebenarannya
(menurut saya lho
).

Saya
tidak habis pikir mendengar opini yang saya dengar itu. Disatu sisi,
bisa jadi itu benar karena yang berbicara adalah pelaku usaha sendiri.
Dan jika itu memang benar berarti saya wajib memasukkannya sebagai fakta
empirik dalam database saya, dan haram hukumnya saya memicingkan mata.
Namun logika saya pada tingkat yang paling sederhana memberontak untuk
menolaknya. Pertanyaan skeptis saya sederhana saja. Untuk apa pakai
ganja?
Biar
enak? Lho memangnya ganja itu enak. Biar ketagihan? Ini lebih aneh
lagi, sebab kalau logika ini yang dipakai, saya boleh juga dunkz menuduh
Starbucks diraciki ganja. Setahu saya efek ganja
(menurut wikipedia) adalah rasa gembira yang berlebihan, hilangnya
konsentrasi dan malas. Saya belum pernah menemukan orang yang tiba-tiba
tertawa terbahak-bahak tanpa alasan setelah makan nasi padang. Pun belum
pernah menjumpai orang yang teler setelah makan nasi padang. Cuma kalau
efek malas saya sering menjumpai, namun menurut saya ini karena
kekenyangan
.
Entahlah
sampai kapan isyu ini akan beredar. Setelah menulis postingan ini saya
akan kembali ke sikap awal saya, yaitu mendiamkannya. Toh, kalau ada
yang masih penasaran gampang saja untuk membuktikannya. Belilah
sebungkus nasi padang yang dicurigai, lalu minta tolong periksakan ke Badan POM. Beres kan 
